Nurainiajeeng's Blog

Archive for April 2013

Behavior theraphy merupakan terapi yang berdasarkan teori psikologi, yaitu teori tingkah laku/ behavior yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh behavioral seperti Ivan Pavlov, Skinner, Bandura, Thorndike, dll. Terapi ini berfokus pada bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka. Istilah terapi tingkah laku berasal dari bahasa inggris behavior theraphy yang pertama kali digunakan oleh Jhon D. Krumboln (1964). Krumboln merupakan promoter utama dalam menerapkan pendekatan behavioristik terhadap dunia konseling maupun terapi, meskipun dia melanjutkan aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950, sebagai reaksi terhadap corak terapi yang memandang hubungan antar pribadi, antara terapis dan klien sebagai komponen yang mutlak diperlukan dan sekaligus cukup untuk memberikan bantuan psikologis kepada seseorang.

Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar dengan menyertakan penerapan sistematis prinsip-prinsip belajar pada perubahan tingkah laku kea rah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini banyak memberikan sumbangan dalam bidang klinis ataupun pendidikan. Dengan berlandaskan teori belajar modifikasi pelaku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Behavior konseling adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang dilakukan melalui proses belajar. Agar orang bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif dan efisien. Aktivitas inilah yang disebut sebagai belajar.

Terapi tingkah laku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai  penyimpangan perilaku (maladaptive) menjadi yang adaptif, serta berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, seperti gagap, phobia, perilaku kompulsif, penyimpangan seksual, reaksi konversi dan penyimpangan tingkah laku lainnya. Terapi ini dapat dilakukan baik untuk individu maupun kelompok, dan cocok untuk semua kalangan anak-anak, remaja, orang tua, hingga lansia.

 

Konsep Utama Terapi Behavior

Konsep utama terapi tingkah laku ini adalah keyakinan tentang martabat manusia yang sebagai bersifat falsafah dan sebagian lagi becorak psikologis, yaitu:

  • Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan bekal keturunan dan lingkungan (nativisme dan empirisme), terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi cirri-ciri khas kepribadiannya.
  • Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
  • Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola-pola lama dahulu dibentuk melalui belajar, pola-pola itu dapat diganti melalui usaha belajar yang baru.
  • Manusia dapat memengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dipengaruhi oleh perilaku orang lain.

Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan internal. Kontribusi terbesar terapi behavior adalah bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku. Dasar teori terapi behavior adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi:

  • Belajar waktu lalu hubungannya dengan keadaan yang serupa
  • Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
  • Perbedaan-perbedaan biologis baik secara genetik atau karena gangguan fisiologik

 

Ciri-ciri Terapi Behavior

  • Pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
  • Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
  • Perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah, dan telah ditentukan sebelumnya
  • Penaksiran objektif atau hasil-hasil terapi, maksudnya kefektifan terapi dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku khusus yang nyata sebagai bentuk hasil terapi

 

Tujuan Terapi Behavior

Tujuan dari terapi ini merupakan hasil diskusi dan diinginkan antara klien dan terapis, tujuan-tujuan yang diinginkan harus dirinci dan spesifik. Secara umum tujuan terapi ini adalah menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap tingkah laku adalah dipelajari, serta mengubah atau memodifikasi perilaku klien yang maladaptif. Secara terperinci tujuan terapi ini adalah sebagai berikut;

  • Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
  • Membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
  • Klien belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.

 

Tahap-tahap Terapi Behavior

Proses terapi ini adalah proses belajar, terapis membantu terjadinya proses belajar tersebut, dengan cara mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya. Terapi ini memiliki empat tahap dalam prosesnya, yaitu:

  1. Melakukan Assesment
  2. Menetapkan tujuan (goal setting)
  3. Implementasi teknik
  4. Evaluasi dan pengakhiran

 

Teknik-teknik Terapi Behavior

Teknik terapi behavior didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk pola tingkah laku) terhadap stimulus, dengan demikian respon-respon yang baru akan dapat dibentuk. Teknik dalam terapi ini dibagi menjadi dua kelompok;

  • Teknik umum; shaping, extinction, reinforcing uncompatible behaviors, imitative learning, contracting, cognitive learning, covert reinforcement
  • Teknik khusus;
  1. Desensitisasi sistematis; teknik ini digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan pemunculan tingkah laku yang hendak dihapus.
  2. Teknik implosif; teknik ini berlandaskan kepada paradigma penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus dalam kondisi berulang-ulang tanpa memberikan penguatan.
  3. Latihan asertif; teknik ini diterapkan pada individu yang mengalami kesulitan menerima kenyataan bahwa menegaskan diri adalah tindakan yang layak benar. Teknik ini membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak, dan bentuk lainnya.
  4. Teknik aversi; teknik ini digunakan untuk memodifikasi perilaku yang berlebihan dan perilaku agresif, meredakan gangguan behavioral yang spesifik dengan stimulus yang menyakitkan sampai stimulus yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi ini biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang memualkan.
  5. Pengkodisian operan tingkah laku adalah tingkah laku yang memancar yang mencari ciri organisme yang aktif, yang beroperasi dilingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.
  6. Relaksasi; merupakan suatu metode untuk membantu mengatasi stress yang muncul akibat masalah sehari-hari melalui peregangan otot (fisik) dan mental.

 

Efektivitas Terapi Behavior

Kelebihan terapi;

  • Terapi ini menekankan bahwa proses terapi dipandang sebagai proses belajar yang akan menghasilkan perubahan perilaku secara nyata.
  • Pendekatan ini menunjukkan fleksibilitas yang besar, karena tujuan terapi dan prosedur yang diikuti untuk sampai pada tujuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan klien.
  • Pendekatan ini akan membantu individu untuk bisa membekali dirinya untuk mencegah timbulnya persoalan kejiwaan.

Kelemahan terapi;

  • Mungkin mengubah tingkah laku tapi tidak merubah perasaan
  • Mengenyampingkan faktor-faktor yang berhubungan dalam terapi maupun perilaku
  • Mengenyampingkan pengalaman-pengalaman masa lalu yang mungkin menyebabkan atau mempengaruhi tingkah laku saat ini.
  • Tidak memfasilitasi munculnya insight, dalam arti bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari terapi ini.
  • Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri.
  • Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam interaksinya dengan konselor.

 

 

 

Daftar Pustaka:

  • Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
  • Gunarsa, Singgih. D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
  • Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
  • McLeod, John. 2006. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus Edisi Ketiga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
  • Palmer, Stephen. (2011). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Terapi rasional emotif adalah sistem psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai peristiwa dalam kehidupan. Penekanan terapi ini pada cara berpikir mempengaruhi perasaan, sehingga termasuk dalam terapi kognitif. Terapi ini diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis, seorang psikolog klinis. Awalnya terapi ini bernama terapi rasional, namun karena banyak memperoleh anggapan keliru bahwa mengeksplorasi emosi-emosi klien tidak begitu penting bagi Ellis. Sehingga pada tahun 1961 dia mengubah namanya menjadi terapi rasional emotif. Ellis menggabungkan terapi humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapi rasional emotif (TRE). TRE banyak kesamaan dengan dengan terapi yang berorientasi pada kognisi, perilaku dan perbuatan dimana TRE menekankan pada berpikir, memikirkan, mengambil keputusan, menganalisis dan berbuat. TRE didasarkan pada asumsi bahwa kognisi, emosi, dan perilaku berinteraksi secara signifikan dan memiliki hubungan sebab akibat timbal balik.

Langkah-langkah Terapi Rasional Emotif

  1. Terapis berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
  2. Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
  3. Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
  4. Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata

 

Teknik-teknik Terapi Rasional Emotif

Teknik dalam terapi ini dibagi menjadi 3 sub pokok, yaitu;

a)    Teknik emotif

Teknik ini dilakukan untuk mengubah emosi klien. Ini sepenuhnya melibatkan emosi klien saat ia melawan keyakinan-keyakinannya yang irasional. Teknik ini seperti; Rational Emotive Imagery, Humor, Imitasi, Assertive adaptive, Role Playing, Shame-attacking, Force and Vigor.

b)    Teknik kognitif

Teknik ini membantu klien berpikir mengenai pemikirannya dengan cara yang lebih konstruktif. Klien diajarkan untuk memeriksa bukti-bukti yang mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menggunakan tiga kriteria utama: logika, realisme dan kemanfaatan. Teknik ini seperti; Menyingkirkan Kepercayaan Tidak Rasional, Tugasan Kognitif, Changing One’s Langguage, Pengajaran, Persuasif.

c)    Teknik tingkah laku

Teknik ini lebih digunakan khusus untuk mengubah tingkah laku. Teknik ini dinegosiasikan dengan klien atas dasar sifatnya yang menentang, tetapi tidak sampai membuat kewalahan, yaitu, tugas-tugas yang cukup menstimulasi untuk mewujudkan perubahan terapeutik, namun tidak terlalu menakutkan karena justru akan menghambat menjalankan tugas-tugas tersebut. Teknik ini seperti; Teknik Peneguhan (Reinforcement), Desintisasi Bersistematik, Teknik Modelling, Teknik Releksasi.

 

Tujuan Terapi Rasional Emotif

Ellis mengatakan tujuan utama terapi ini adalah untuk membantu individu-individu menanggulangi problem-problem perilaku dan emosi mereka untuk membawa mereka kekehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih terpenuhi. Secara sederhana dan umum tujuan terapi ini adalah membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis serta realisitik sebagai penggantinya. Secara terperinci terapi ini bertujuan untuk;

  • Memperbaiki dan mengubah segala perilaku, sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
  • Menghilangkan gangguan emosional yang merusak seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
  • Untuk membangun Self Interest (minat), Self Direction (pengendalian/ pengarahan diri), Tolerance (toleransi), Acceptance of Uncertainty (kesediaan menerima ketidakpastian), Fleksibel, Commitment (komitmen terhadap sesuatu), Scientific Thinking (berpikir logis), Risk Taking (keberanian mengambil resiko), dan Self Acceptance (penerimaan diri) klien.

 

Efektivitas Terapi Rasional Emotif

Kelebihan terapi ini yaitu;

  • Membantu klien untuk siap menghadapi kenyataan
  • Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien, menyadarkan klien terhadap pikiran/nilai yang irasional yang membuatnya bermasalah. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
  • Lebih rasional dalam membantu klien. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
  • Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir, sehingga dapat menyadarkan klien akan kekuatan dan kelemahan diri serta menyikapinya secara tepat

 

Kekurangan terapi ini, yaitu;

  • Konselor lebih otoritatif. Sehingga klien terkesan dipaksa untuk melakukan apa yang selama ini ia merasa tidak sanggup untuk dilakukannya.
  • Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika. Terapi ini terbatas pada individu dewasa, tidak dapat diterapkan pada anak dan remaja.
  • Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
  • Konselor terang-terangan dalam menyerang irasional klien. Padahal ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
  • Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya didalam hidupnya, dan tidak mau membuat perubahan apa-apa lagi dalam hidup mereka.

 

Daftar Pustaka:

  • Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
  • McLeod, John. 2006. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus Edisi Ketiga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
  • Latipun. 2008. Psikologi Konseling Edisi Ketiga. Malang: UMM Press.
  • Palmer, Stephen. (2011). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Analisis transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada kepribadian, komunikasi, dan relasi manusia atau hubungan interaksional. AT berasal dari karya seorang psikiater bernama Eric Berne sekitar tahun 1950. Awalnya Berne mendapatkan pelatihan sebagai psikoanalis Freudian, oleh karena itu AT berakar dari tradisi psikodinamika. Selain itu AT juga berakar dalam suatu filsafat anti deterministic yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. AT didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.

Pada awalnya model ini digunakan untuk menganalisis pola-pola komunikasi yang digunakan orang-orang ketika mereka berelasi dalam pasangan atau kelompok. Oleh karena itu, AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri

Anggapan pokok AT adalah bahwa dengan praktik dan pelatihan yang sesuai, terapis bisa menilai pengalaman internal seseorang dari perilaku eksternalnya, atau berdasarkan perilaku yang dapat diamati dari orang tersebut. Terapi AT digolongkan dalam pendekatan humanistik pada perubahan personal, karena penekanannya pada tanggung jawab personal, relasi setara antara klien dan terapis, dan nilai instrinsik orang tersebut.

Pendekatan AT banyak digunakan tidak hanya dalam bidang konseling dan psikoterapi, tapi juga dalam bidang lain seperti pelatihan pendidikan, manajemen dan komunikasi. Pendekatan AT cocok digunakan untuk membantu klien dalam menangani berbagai tipe dan tingkat problem dan disfungsi. Mencakup situasi problematic sederhana, melalui reaksi stress sementara, hingga kesulitan berelasi dan emosi yang jauh mengakar serta gangguan kepribadian. Teknik-teknik pendekatan AT bisa diterapkan pada hubungan orang tua-anak, belajar dikelas, pada konseling dan terapi individual serta kelompok dan pada konseling perkawinan.

Teknik terapi analisis transaksional

Menurut Corey secara umum teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam terapi analisis transaksional, yaitu:

a)    Permission (pemberian kesempatan), dalam proses terapi, pemberian kesempatan ini diberikan kepada kilen agar dapat;

  • menggunakan waktunya secara efektif tanpa melakukan ritual pengunduran diri
  • mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klin menggunakan kemampuan Status Ego Dewasa untuk menikmati kehidupan
  • tidak memainkan permainan dengan cara tidak membiarkan klien memainkannya.

b)    Protection (proteksi), klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima kesempatan untuk menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego Dewasa dan Status Ego Anak.

c)    Potency (potensi), maksudnya seorang terapis tahu apa yang akan dilakukan dan kapan melakukannya. Oleh karena itu kemampuan terapis terletak pada keahliannya, sehingga keterampilan tersebut efektif secara optimal.

Menurut Berne ada beberapa teknik khusus yang dapat dipakai dalam proses terapi, yaitu : interogasi, spesifikasi, konfrontasi, eksplanasi, illustrasi, konfirmasi, interprestasi, kristalisasi.

Tujuan terapi analisis transaksional

Terapi analisis transaksional sebenarnya ber­tujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-­siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan). Berne menegaskan bahwa tujuan AT bukanlah mendapatkan suatu wawasan, melainkan penyembuhan. Beberapa terapis menyamakan penyembuhan dengan penyelesaian kontrak perawatan antara klien dan terapis. Namun Berne sendiri tidak melihat penyembuhan sebagai peristiwa tunggal, namun progresif yang berlangsung dalam empat tahap, yaitu:

  • Kontrol sosial

Pada tahap ini klien mungkin masih merasakan ketidaknyamanan dan kesulitan sehingga ia datang ke terapis, namun ia telah bisa mengendalikan perilaku disfungsional dalam interaksinya dengan orang lain.

  • Penyembuhan gejala

Pada tahap ini klien bisa mengalami kelegaan ketidaknyamanan subjektif seperti kecemasan, depresi atau kebingungan.

  • Penyembuhan transferensi

Pada tahap ini klien sudah mulai bisa meninggalkan proses terapi, namun masih terkait dengan terapisnya.

  • Penyembuhan naskah

Pada tahap ini klien dinilai sudah berubah secara substansial dan permanen dan tak lagi mengandalkan pola-pola terapi dan masuk ke dalam pikiran, perasaan, dan perilaku.

Eric Berne juga mengajukan gagasan bahwa tujuan perubahan pribadi adalah otonomi. Maksudnya, diharapkan dengan terapi ini klien menjadi mandiri, dapat mengimplikasikan kemampuan untuk memecahkan problem dengan menggunakan sumber daya diri sendiri secara utuh untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam merespons realitas yang ada. Komponen-komponen otonomi adalah sebagai berikut;

  • Kesadaran artinya kemampuan untuk mengalami berbagai hal
  • Spontanitas artinya kemampuan untuk hidup dengan bebas, berdasarkan pilihan keadaan ego.
  • Kedekatan dengan orang lain, dalam pandangan AT artinya ekspresi terbuka terkait keinginan, perasaan, dan kebutuhan tanpa berpura-pura atau memanipulasi.

 

Menurut Corey, tujuan dasar dari analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasaranya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi hidupnya.

Menurut Lutfi Fauzan, tujuan terapi analisis transaksional dapat dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

  1. Tujuan umum terapi analisis transaksional, ialah membantu individu mencapai otonomi. Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia memliki Kesadaran, Spontanitas, Keakraban.
  2. Tujuan khusus terapi analisis transaksional, yaitu sebagai berikut;
  • Terapis membantu klien membebankan Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan pengaruh negatif Status Ego Anak dan Status Ego Orang tua.
  • Terapis membantu klien menetapkan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas dari perintah-perintah orang tua.
  • Terapis membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
  • Terapis membantu klien untuk mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada posisi kehidupan “orang kalah”.

 

Efektivitas terapi Analisis Transaksional

Kelebihan:

  1. Para terapis dapat dengan mudah menggunakannya.
  2. Menantang klien untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka.
  3. Integrasi antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari terapi gestalt sangat berguna karena terapis bebas menggunakan prosedur dari pendekatan lain.
  4. Memberikan sumbangan pada terapi multikultural karena terapi diawali dengan larangan mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan mementingkan diri sendiri

Kelemahan:

  1. Banyak terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional yang cukup membingungkan.
  2. Penekanan analisis transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
  3. Konsep serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji keilmiahannya
  4. Klien bisa mengenali semua hal tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek diri mereka sendiri.

 

 

Sumber:

  • Palmer, Stephen. (2011). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Corey, G. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
  • Fauzan, Lutfi. (2001). Pendekatan-pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang Mas


  • Yuli: waw keren aini....:-)
  • Intan: thaks ya gan infonya.. sangat bermanfaat buat saya dan org lain yg ingin menegtahui tentang seputeran domain name, windows hosting.. Mmapir juga yuk k
  • Dea Riskanadira: thank you yaw tas info ini . . ni sngat mbntu bwt tgas skul . . mdah"n da info yg lbh brmnfaat lgi bwt smua x . . :) ^_^

Categories